Koksidiosis atau berak darah adalah suatu penyakit yang menyebabkan peradangan dan pendarahan pada saluran pencernaan unggas, udah kaya penyakit ambeien aja dah kalo manusia mh, ngeri ya gan,, hehehe becanda gan,, ayoo cekidot nih penjelasan nya,, 😀
Avian Coccidiosis (koksidiosis) merupakan penyakit usus yang disebabkan oleh protozoa parasit Genus Eimeria (Allen dan Fetterer, 2002). Eimeria berkembang biak di saluran pencernaan dan menyebabkan kerusakan jaringan (Calnek dkk., 2001). Koksidiosis pada ayam berlokasi pada dua tempat yaitu di sekum (caecal coccidiosis) yang disebabkan oleh E. tenella dan di usus (intestinal coccidiosis) yang disebabkan oleh delapan jenis lainnya (Jordan dkk., 2001). Koksidiosis merupakan salah satu penyakit yang banyak mendatangkan masalah dan kerugian pada peternakan ayam. Kerugian yang ditimbulkan meliputi kematian (mortalitas), penurunan berat badan, pertumbuhan terhambat, nafsu makan menurun, produksi daging turun, meningkatnya biaya pengobatan, upah tenaga kerja dan lain-lain. Kerugian yang ditimbulkan dapat menghambat perkembangan peternakan ayam dan menurunkan produksi protein hewani, oleh karena itu pengendalian koksidiosis pada ayam perlu mendapat perhatian (Tabbu, 2006).
1. GEJALA KLINIS
Spesies yang berbeda akan memberikan gejala klinis yang berbeda pula, gejala klinis yang ditimbulkan bervariasi pada infeksi bermacam spesies dan juga pada banyak sedikitnya jumlah koksidia yang menginfeksi dan resistensi hospes. Spesies yang kurang pathogen tidak atau sedikit menunjukan gejala klinis. Gejala klinis dari penyakit ini yang disebabkan parasit Eimeria tenella adalah :
a. Ekskreta berdarah dan mencret.
b. Nafsu makan kurang.
c. Sayap terkulasi.
d. Bulu kusam.
e. Menggigil kedinginan.
2. PENYEBAB
Koksidiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang bernama Eimeria sp famili Eimeriidae atau yang lebih sering dikenal dengan penyakit berak darah, dimana Eimeria ini mengivestasi bibit mikroorganisme kedalam sel tubuh sehingga melahirkan gangguan kesehatan infestasi klinis yang merusakkan jaringan pencernaan terutama usus. Akibatnya terjadi pada proses pencernaan berupa gangguan metabolisme dan penyerapan zat makanan, bahkan kehilangan darah dari rusaknya jaringan usus, dan hampir pasti rentan terhadap penyakit lain.
3. DIAGNOSA
Diagnosa sangkaan terhadap koksidiosis dapat di dasarkan atas gejala klinik, perubahan patologik yang berhubungan dengan lokasi sejumlah besar ookista atau stadium aseksual Eimeria (sporozoit, merozoit, skison) dan riwayat kasus Tabbu, (2006). Diagnosa laboratorium dapat dilakukan dengan melakukan uji natif, uji apung dan uji sentrifus terhadap feses yang diduga terinfeksi Eimeria, Sp.
4. UMUR YANG DISERANG
Koksidiosis pada sekum oleh Eimeria tenella paling sering terjadi pada ayam muda berumur 4 minggu, karena umur tersebut adalah umur yang paling peka. Ayam yang berumur 1-2 minggu lebih resisten, walaupun demikian Eimeria tenella dapat juga menginfeksi ayam yang sudah tua. Ayam yang sudah tua umumnya memiliki kekebalan imunitas akibat sudah terinfeksi sebelumnya. Pada umumnya koksidiosis sekum terjadi akibat infeksi berat dalam waktu yang relative pendek tidak lebih dari 72 jam. Pada ayam umur 1-2 minggu diperlukan 200.000 ookista untuk menyebabkan kematian, dan diperlukan 50.000-100.000 ookista untuk menyebabkan kematian pada ayam yang berumur lebih tua. Pada kelompok ayam, mula-mula gejala terlihat 72 jam setelah infeksi. Ayam terkulai, anoreksia, berkelompok agar badannya hangat dan hari keempat sesudah infeksi terdapat darah di dalam tinja. Darah paling banyak ditemukan pada hari kelima dan keenam sesudah infeksi dan menjelang hari kedelapan atau kesembilan ayam sudah mati atau dalam tahap persembuhan. Kematian paling tinggi terjadi antara hari keempat dan keenam karena kehilangan banyak darah. Kematian kadang-kadang terjadi tanpa diduga. Jika ayam sembuh dari penyakit akut maka penyakit akan bersifat kronis.
5. PENULARAN
Penyakit ini dapat ditularkan secara mekanik malalui pekerja kandang, peralatan yang tercemar atau dalam beberapa kasus yang pernah terjadi dapat disebarkan melalui debu kandang dan litter dalam jangkauan pendek. Berat tidaknya penyakit ini tergantung dari jumlah protozoa yang termakan.
6. PENGOBATAN
Untuk pengobatannya dapat dilakukan dengan cara pemberian larutan amprolium atau sulfonamide dalam air minum dan pemberian air yang dapat mensuspensi suplemen vitamin A dan K dapat mempercepat proses penyembuhan.
7. PENCEGAHAN
Untuk pencegahan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Sanitasi dan ventilasi kandang harus baik.
b. Pengangkatan litter setiap kali panen pada broiler.
c. Lantai kandang dicuci pakai air untuk membersihkan kotoran, pencucian tahap kedua dengan deterjen.
d. Menaburkan bubuk kapur di dalam kandang.
e. Peralatan feeder dan drinker dicuci sebersih mungkin.
f. Kandang difumigasi dengan formalin 10%.
g. Melakukan istirahat kandang 7-21 hari.
8. PENGENDALIAN
Pengendalian koksidiosis pada ayam di Indonesia umumnya dilakukan dengan pemeliharaan kebersihan, pemberian koksidiostat yang dicampurkan dalam makanan atau air minumnya, dan penggunaan vaksin koksidia. Pengendalian koksidiosis dengan pemberian koksidiostat harus diikuti cara dan takaran yang telah ditentukan agar tidak menimbulkan efek samping, bahwa pemakaian satu macam koksidiostat yang terus menerus dalam pakan ayam dapat menimbulkan galur coccidia yang tahan terhadap kokidiostat tersebut (Tabbu, 2006). Antikoksidia dapat menimbulkan resistensi terhadap koksidiosis. Industri farmasi ada usaha untuk mengatasi masalah resistensi koksidiosis pada unggas (Allen dan Fetterer, 2002).
9. KERUGIAN
Kemungkinan kerugian yang ditimbulkan dari penyakit ini jelas terjadi berupa kemerosotan produksi yang cukup signifikan, serta menjadi pemicu gagalnya program vaksinasi, dengan titer antibody yang diperoleh akan rendah dan tidak optimal dapat memicu timbulnya penyakit lain seperti ND, Gumboro, Mareks bahkan Coryza atau biasa yang disebut infeksi sekunder.
Oke gan,, demikian artikel mengenai si koksi ini semoga tambah tau mengenai penyakit-penyakit yang bisa menyerang unggas kita supaya kita bisa melakukan penanggulangan nya,, semoga agan peternak selalu sukses ya,, karena penyakit itu pasti ada obat nya,, tetep semangat pokoke,, yosh yosh
Sumber:
AllenPC, Fetterer RH. 2002. Clinical Microbiology Reviews :RecentAdvances in Biology dan Immunobiology of Eimeria Species dan in Diagnosis dan Conffol of Infection with These Coccidian Parasites of Poultry. l. Soc. Microbiol Vol. l5.No. 1:58-65.
Calnek BW, Barnes HJ, Beard CW, McDougald LR, SaifYM. 2001. Disease of Poultry. 10' Edition. Iowa State University Press, USA: 865-867.
Jordan F, Pattison MA, Faragher T. 2001. Poultry Diseases.5" Edition. WB Saunders. London: 408-409.
Tabbu C. R. 2006. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Volume 2. Yogyakarta: Kanisius:7; L9-2L.
Blog ini insyaallah akan membahas mengenai hal-hal apa saja yang bersangkutan dengan berternak Unggas. Berwirausaha mandiri dengan berternak
Saturday, April 29, 2017
Penyakit ND Newcastle Disease (tetelo)
ND atau Newcastle Disease merupakan sebuah penyakit yang menjadi momok bagi peternak unggas setelah flu burung, penyakit ini bisa menyerang dengan tingkat kematian yang sangat tinggi dan bisa mencapai 50-100% (mortalitas).
Newcastle Disease (ND) adalah penyakit yang sangat menular, disebabkan oleh virus genus paramyxovirus dengan famili paramyxoviridae. Nama lain untuk ND adalah tetelo, pseudovogolpest, sampar ayam, Rhaniket, Pneumoencephalitisdan Tontaor furrens. Newcastle Disease dipandang sebagai salah satu penyakit penting di bidang perunggasan. Kejadian wabah penyakit ND seringkali terjadi pada kelompok ayam yang tidak memiliki kekebalan atau pada kelompok yang memiliki kekebalan rendah akibat terlambat divaksinasi atau karena kegagalan program vaksinasi. Kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit ND antara lain berupa kematian ayam, penurunan produksi telur pada ayam petelur, gangguan pertumbuhan dan penurunan berat badan pada ayam pedaging. Penyakit tetelo disebabkan oleh virus yang berukuran 100-250 nm, yang tersusun dari Asam IntiRibonukleat (ARN) atau sering disebut Ribonucleic Acid (RNA), protein dan lemak. Virus ini termasuk dalam Famili Paramyxoviridae dengan genera GenusPneumovirus atau Genus Paramyxovirus (PMV). Penyakit ND (tetelo) menyerang unggas dan burung. Ayam ras, ayam kampung baik piaraan maupun yang liar sangat rentan, yang muda lebih rentan daripada yang dewasa dan mengakibatkan mortalitas (kematian) tinggi, sedangkan jenis kelamin tidak mempengaruhi kerentanan ini (Balai Penyuluhan Pertanian, 2010).
PENULARAN
Penularan penyakit ND (tetelo) dari satu hewan ke hewan lainnya melalui kontak, dengan hewan sakit, skeresi, ekskresi dari hewan sakit serta juga bangkai penderita ND. Jalan penularan melalui alat pencernaan dan pernafasan, virus yang tercampur lendir atau virus yang ada dalam feses dan urine tahan dua bulan bahkan dalam keadaan kering tahan lebih lama lagi. Demikian pula virus yang mencemari litter dan perlengkapan kandang. Hal ini merupakan sumber penularan yang penting(Balai Penyuluhan Pertanian, 2010).
GEJALA KLINIS
Gejala penyakit ini dapat diamati melalui gejala pernafasan seperti bersin-bersin, batuk, sukar bernafas, megap-megap dan ngorok; gejala syaraf berupa sayap terkulai, kaki lumpuh (jalan terseret), jalan mundur (sempoyongan) serta kepala dan leher terpuntir (torticoles) yang merupakan gejala khas penyakit ini. Kemudian gejala pencernaan meliputi diare berwarna hijau, jaringan sekitar mata dan leher bengkak, pada ayam petelur produksinya berhenti, kalau sudah sembuh kualitas telurnya jelek, warna abnormal, bentuk dan permukaannya abnormal dan putih telurnya encer. Hal ini disebabkan oleh karena organ reproduksinya tidak dapat normal kembali. Umumnya kematian anak ayam dan ayam muda lebih tinggi dibandingkan ayam tua.
DIAGNOSIS
Untuk mengetahui unggas yang terinfeksi ND adalah dengan melacak keberadaan antibodi pada serumnya. Metode yang dipergunakan adalah metode Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dan Western Imunoblotting. Caranya sampel darah diambil dari unggas yang tidak pernah divaksinasi dengan vaksin ND. Sehingga, adanya antibodi ND pada sampel yang diperiksa menandakan bahwa unggas itu pernah terinfeksi virus ND bukan akibat vaksinasi. Darah diambil dari vena brachialis (vena di bagian sayap),menggunakan dispossible syringe 2,5 CC yang digunakan sekali pakai. Darah ditampung dalam sebuah tabung reaksi, didiamkan semalam pada lemari pendingin, kemudian serum dipisahkan dengan cara di centrifuge
PENCEGAHAN
Tindakan vaksinasi merupakan langkah yang tepat sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit ND. Program vaksinasi yang secara umum diterapkan, yaitu:
1. Pada infeksi lentogenik ayam pedaging, dicegah dengan pemberian vaksin aerosol atau tetes mata pada anak ayam umur sehari dengan menggunakan vaksin Hitchner B1 dan dilanjutkan dengan booster melalui air minum atau secara aerosol.
2. Pada infeksi lentogenik ayam pembibit dapat dicegah dengan pemberian vaksin Hitchner B1 secara aerosol atau tetes mata pada hari ke-10. Vaksinasi berikutnya dilakukan pada umur 24 hari dan 8 minggu dengan vaksin Hitchner B1 atau vaksin LaSota dalam air, diikuti dengan pemberian vaksin emulsi multivalen yang diinaktivasi dengan minyak pada umur 18 – 20 minggu. Vaksin multivalen ini dapat diberikan lagi pada umur 45 minggu, tergantung kepada titer antibodi kawanan ayam, resiko terjangkitnya penyakit dan faktorfaktor lain yang berhubungan dengan pemeliharaan.
Tindakan pencegahan selain vaksinasi adalah sanitasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
1. Sebelum kandang dipakai, kandang dibersihkan kemudian dilabur dengan kapur yang dibubuhi NaOH 2%. Desinfeksi kandang dilakukan secara fumigasi dengan menggunakan fumigant berupa formalin 1 – 2% dan KMnO4, dengan perbandingan 1 : 5000.
2. Liter diupayakan tetap kering, bersih dengan ventilasi yang baik. Bebaskan kandang dari hewan-hewan vektor yang bisa memindahkan virus ND. Kandang diusahakan mendapat cukup sinar matahari.
3. Hindari penggunaan karung bekas (4) DOC harus berasal dari perusahaan pembibit yang bebas dari ND (5) di pintupintu masuk disediakan tempat penghapus hamaan, baik untuk alat transportasi maupun orang. (6) memberikan pakan yang cukup kuantitas maupun kualitas.
PENGENDALIAN
Tindakan pengendalian untuk menekan penularan penyakit ND sangat diperlukan. Tindakan-tindakan tersebut, antara lain meliputi:
1. Unggas yang mati karena ND harus dibakar atau dikubur.
2. Larangan mengeluarkan unggas, baik dalam keadaan mati atau hidup bagi peternakan yang terkena wabah ND, kecuali untuk kepentingan diagnosis.
3. Larangan menetaskan telur dari unggas penderita ND dan izin menetaskan telur harus dicabut selama masih ada wabah ND pada perusahaan pembibit.
Demikin ulasan mengenai penyakit ND ini semoga bisa menambah informasi bagi para peternak,, semangat berternak semoga sukses,, WASALAM
Wednesday, April 26, 2017
Penyakit Pullorum (Berak Kapur) pada Unggas
Penyakit Pullorum (Berak Kapur)
Mungkin ada dari anda yg sudah biasa mendengar penyakit ini, Namun banyak pula yg tdk tau atau asing mendengar apa sih pullorum ini,
Pullorum atau berak kapur adalah suatu penyakit infeksi saluran pencernaan kronis pada Unggas yang disebabkan oleh Salmonella Pullorum. Penyakit ini untuk pertama kali dilaporkan oleh Rettger padaa tahun 1900. Biasanya menyerang unggas sampai dengan umur 1-4 minggu.
Masa tunas terjadi antara 4-5 hari tetapi bakteri ini dapat bertahan hidup sampai 1 tahun di kandang unggas. Infeksi dapat terjadi di berbagai jenis unggas terutama ayam, entok dan kalkun.
Untuk jenis unggas ayam dibawah usia 14 hari yang terserang penyakit ini dapat berakibat fatal, tetapi untuk ayam yang berusia lebih tua lebih tahan terhadap penyakit ini. Ayam yang sembuh menjadi pembawa sifat dan seumur hidupnya mengeluarkan bibit penyakit.
Penularan
Penularan terjadi pertama dari telur dan penyebarannya berlangsung di pengeraman, penetasan, kotak anak ayam, kandang yang tercemar, peralatan, burung liar dan limbah peternakan.
Gejala klinis
Dalam keadaan akut dapat terjadi sebelum lesi berkembang. Kematian mulai terjadi pada umur ayam 5-7 hari dan puncaknya pada 4 -5 hari setelah terjadi infeksi. Tanda tanda serangan pada anak ayam adalah merunduk, murung, mengantuk, menggigil, dan diare. Lutut membengkak, lemah dan pantat kotor dengan bulu yang lengket. Tinja putih seperti kapur dan ada kalanya berwarna hijau. Pernafasan megap-megap. Ayam yang selamat menjadi subklinis dan sebagai pembawa sifat dengan infeksi terbatas pada indung telur.
Pencegahan
Biosecurity, Melakukan sanitasi kandang dengan antiseptic, membatasi tamu, mencegah hewan liar dan hewan peliharaan lain masuk ke lingkungan kandang. Usaha peternakan dikelola dengan baik sehingga tercipta suasana nyaman bagi ayam, jumlah ayam dalam kandang tidak terlalu padat, litter jangan berdebu dan terlalu padat. Ventilasi kandang cukup dan sedapat mungkin dilaksanakan system all in all out. Peralatan peternakan (tempat makan, tempat minum, dll) dicuci bersih. Rendam minimal 30 menit dengan antiseptic minimal 4 hari sekali.
Pengobatan
Tidak ada obat yang memberikan hasil memuaskan , tetapi pemberian obat membantu menekan jumlah kematian. Therapy, Medoxy, Sulfamix, Koleridin, Tetra-Chlor, Respiratek, Neo Meditril atau Trimezyn ( pilih satu dan berikan sesuai dengan aturan pakai) merupakan pilihan obat yang dapat menekan kematian akibat pullorum. Setelah pemberian obat selesai, berikan Vita Stress 4-5 hari untuk membantu penyembuhan penyakit.
Demikian artikel dari saya sampai jumpa d artikel selanjutnya, semoga bermanfaat dan salam sejahtera. Jangan lupa like n coment ya gays 😎 WASALAM
Mungkin ada dari anda yg sudah biasa mendengar penyakit ini, Namun banyak pula yg tdk tau atau asing mendengar apa sih pullorum ini,
Pullorum atau berak kapur adalah suatu penyakit infeksi saluran pencernaan kronis pada Unggas yang disebabkan oleh Salmonella Pullorum. Penyakit ini untuk pertama kali dilaporkan oleh Rettger padaa tahun 1900. Biasanya menyerang unggas sampai dengan umur 1-4 minggu.
Masa tunas terjadi antara 4-5 hari tetapi bakteri ini dapat bertahan hidup sampai 1 tahun di kandang unggas. Infeksi dapat terjadi di berbagai jenis unggas terutama ayam, entok dan kalkun.
Untuk jenis unggas ayam dibawah usia 14 hari yang terserang penyakit ini dapat berakibat fatal, tetapi untuk ayam yang berusia lebih tua lebih tahan terhadap penyakit ini. Ayam yang sembuh menjadi pembawa sifat dan seumur hidupnya mengeluarkan bibit penyakit.
Penularan
Penularan terjadi pertama dari telur dan penyebarannya berlangsung di pengeraman, penetasan, kotak anak ayam, kandang yang tercemar, peralatan, burung liar dan limbah peternakan.
Gejala klinis
Dalam keadaan akut dapat terjadi sebelum lesi berkembang. Kematian mulai terjadi pada umur ayam 5-7 hari dan puncaknya pada 4 -5 hari setelah terjadi infeksi. Tanda tanda serangan pada anak ayam adalah merunduk, murung, mengantuk, menggigil, dan diare. Lutut membengkak, lemah dan pantat kotor dengan bulu yang lengket. Tinja putih seperti kapur dan ada kalanya berwarna hijau. Pernafasan megap-megap. Ayam yang selamat menjadi subklinis dan sebagai pembawa sifat dengan infeksi terbatas pada indung telur.
Pencegahan
Biosecurity, Melakukan sanitasi kandang dengan antiseptic, membatasi tamu, mencegah hewan liar dan hewan peliharaan lain masuk ke lingkungan kandang. Usaha peternakan dikelola dengan baik sehingga tercipta suasana nyaman bagi ayam, jumlah ayam dalam kandang tidak terlalu padat, litter jangan berdebu dan terlalu padat. Ventilasi kandang cukup dan sedapat mungkin dilaksanakan system all in all out. Peralatan peternakan (tempat makan, tempat minum, dll) dicuci bersih. Rendam minimal 30 menit dengan antiseptic minimal 4 hari sekali.
Pengobatan
Tidak ada obat yang memberikan hasil memuaskan , tetapi pemberian obat membantu menekan jumlah kematian. Therapy, Medoxy, Sulfamix, Koleridin, Tetra-Chlor, Respiratek, Neo Meditril atau Trimezyn ( pilih satu dan berikan sesuai dengan aturan pakai) merupakan pilihan obat yang dapat menekan kematian akibat pullorum. Setelah pemberian obat selesai, berikan Vita Stress 4-5 hari untuk membantu penyembuhan penyakit.
Demikian artikel dari saya sampai jumpa d artikel selanjutnya, semoga bermanfaat dan salam sejahtera. Jangan lupa like n coment ya gays 😎 WASALAM
PENYAKIT FLU BURUNG PADA UNGGAS (ITIK)
PENYAKIT FLU BURUNG PADA UNGGAS (itik)
Flu burung merupakan momok bagi peternak unggas karena dampak yang ditimbulkan penyakit ini sangat merugikan peternak dan juga kecepatan serangan penyakit ini sehingga peternak sering terlambat untuk mengobatinya dan hanya bisa pasrah merenungi nasibnya. Ada juga yang bersegera memotong seluruh itik yang terkena penyakit ini nya atau bahkan menjual itiknya agar terhindar dari kerugian yang besar. Tindakan menjual itik saat sedang terkena wabah flu burung sebenarnya merupakan tindakan yang kurang elegant karena sama juga dengan memindahkankan masalah pada orang lain dan dapat berpotensi memperluas penyebaran penyakit ini.
Flu burung atau Avian influenza (AI) adalah suatu penyakit menular disebabkan oleh virus H5N1. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian unggas secara mendadak dan menyebar dengan cepat. Ayam, itik, kalkun, burung-burung liar dan sejenis unggas lainya,beberapa binatang lain dan juga termasuk manusia dapat terkena dari infeksi ini dan menyebabkan kematian. Karakteristik virus flu burung adalah dapat bertahan dalam kotoran unggas dan lingkungan (air dan tanah) dalam waktu beberapa minggu dan lebih lama lagi pada suhu dingin, namun mati segera setelah dipanaskan.
Gejala klinis yang sering ditemukan pada ayam atau unggas yang terjangkit flu burung, antara lain :
Jengger dan pial membengkak dengan warna kehidupan, Perdarahan merata pada kaki yang berupa bintik-bintik merah. Adanya cairan pada mata dan hidung (gangguan pernapasan). Keluar cairan eksudat jernih hingga kental dari rongga mulut, Diare, Haus berlebihan, Kerabang telur lembut, Tingkat kematian sangat tinggi mendekati 100% (kematian dalam waktu 2 hari, maksimal 1 minggu). Media penyebaran dan penularan dapat melalui kotoran unggas, sarana transportasi ternak, peralatan kandang yang tercemar, pakan dan minum unggas yang tercemar, pekerja di peternakan, burung.
Virus H5N1 ini dapat ditemukan dalam lendir, dan kotoran ayam. Prinsip dasar yang diterapkan dalam pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan Avian influenza atau flu burung ini, adalah : Mencegah kontak antara hewan peka dengan virus AI, Menghentikan produksi virus AI oleh unggas tertular (menghilangkan virus AI dengan dekontaminasi/disinfeksi), Meningkatkan resistensi (pengebalan) dengan vaksinasi, Menghilangkan sumber penularan virus, dan Peningkatan kesadaran masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, dapat dilakukan melalui 9 tindakan yang merupakan satu kesatuan satu sama lainnya yang tidak dapat dipisahkan, yaitu :
a) Peningkatan biosecurity,
b) Vaksinasi,
c) Depopulasi Pemusnahan terbatas atau selektif) di daerah tertular,
d) Pengendalian lalulintas keluar masuk Unggas,
e) Surveillans dan penelusuran (tracking back)
f) Pengisian kandang kembali (restocking)
g) Stamping out (pemusnahan menyeluruh) di daerah tertular baru
h) Peningkatan kesadaran masyarakat (public awereness)
i) Monitoring dan evaluasi
Jagalah agar ternak unggas dalam kondisi baik, antara lain: mempunyai akses ke air bersih dan makanan yang memadai, kandang yang memadai, menerima produk-produk yang bebas cacing dan sudah divaksinasi, Jagalah ternak agar selalu berada di lingkungan yang terlindung dan bersih, Periksalah barang-barang yang masuk ke dalam area kandang peternakan.
cara mengatasi mengobati mencegah flu burung pada Unggas (itik)
Peternak itik umumnya mengenal penyakit flu burung dengan sebutan mata biru atau mata putih, karena memang salah satu gejala yang umum terlihat adalah berubahnya mata itik dari warna normal menjadi kebiruan atau timbulnya bintik putih pada mata itik. Gejala lain yang menyertai penyakit ini adalah leher itik sering terpuntir/tertikolis, lumpuh dan kejang2 sebelum kematian. Kotoran itik yang terkena penyakit flu burung pun berubah menjadi hijau walaupun memiliki perbedaan dengan kotoran itik akibat penyakit ND/tetelo dimana flu burung kotorannya berwarna hijau pupus dengan cairan bening kental sedangkan penyakit ND lebih menyerupai hijau lumut campur putih pasta,
Cara sederhana lainnya untuk mengetahui apakah itik kita terserang penyakit akibat virus semisal flu burung dan ND atau bakteri semisal botulisme adalah dengan melihat perkembangan banyaknya itik yang terserang. Bila jumlah yang terserang penyakit meningkat secara drastis ( misal dari 10 ekor menjadi 20 ekor ) bisa diduga itu merupakan penyakit akibat serangan virus. Namun bila jumlah peningkatannya tidak drastis ( misal dari 10 ekor menjadi 12 ekor) kemungkinan adalah akibat serangan bakteri. Virus flu burung pun memiliki berbagai variant seperti Virus H5N1,DVH, dan Virus Influenza type A.
Pengamatan sederhana yang dilakukan oleh Drh Mohamad Indro Cahyono menyimpulkan bahwa :
1) Virus H5N1 clade 2.3.2 : membunuh itik semua umur, dan ayam di sekitar kandang yang terkena wabah.
2) Virus DVH : Hanya membunuh itik muda berumur kurang dari 50 hari, tetapi tidak menimbulkan kematian pada itik dewasa dan ayam sekitar lokasi wabah.
3) Virus influenza tipe A (bukan H5N1) : Membunuh itik semua umur (muda dan dewasa) tetapi tidak membunuh ayam di sekitar lokasi wabah.
Lalu bagaimana agar itik terhindar dari penyakit flu burung? Vaksinasi merupakan salah satu caranya tetapi tidak dapat menjamin 100% bahwa itik yang telah divaksin akan terhindar dari penyakit ini. Hal ini karena keberhasilan vaksinasi melawan penyakit akibat virus hanya berkisar 90% dan juga ketidaktepatan cara, dosis dan jenis vaksin yang diberikan dengan wabah yang menyerang membuat vaksinasi tidak efektif 100% mencegah timbulnya flu burung dipeternakan kita.
Penelitian Drh Mohamad Indro Cahyono juga membuktikan bahwa dengan menyemprotkan larutan 10% pemutih ( bisa merk ba*klin, sun*lin) pada lokasi wabah flu burung mampu membunuh virus H5N1 dan Influenza type A dalam waktu 3 menit, dan virus DVH dalam waktu 5 menit. Larutan 10% pemutih dibuat dengan mencampur 1 bagian pemutih dengan 9 bagian air. Pemutih pakaian mengandung Sodium Hypoklorit yang mampu membunuh ketiga macam virus tersebut. Jadi dengan menggunakan pemutih tersebut sebagai desinfektant kita dapat mencegah sekaligus membunuh virus flu burung. Tentu saja hal ini juga harus disertai dengan menjaga kebersihan peternakan dan kondisi kesehatan itik kita, karena virus mampu menyerang setelah melumpuhkan sistem pertahanan tubuh itik dan ditandai dengan munculnya gejala itik flu, batuk, ngorok dan penyakit pernafasan lainnya akibat lumpuhnya sistem pengamanan pertama.
Untuk menjaga kesehatan itik kita sekaligus mencegah wabah flu burung, itik dapat kita berikan herbal/ekstrak semacam meniran, temulawak, temu ireng dan sambiloto yang telah diteliti oleh IPB berkhasiat melawan flu burung. Tentu saja anda dapat menambahkan sendiri herbal semacam daun pepaya, daun sirsak, kunyit , jahe dan juga bawang putih karena herbal tersebut juga memiliki sifat anti kanker.
Bagaimana jika sudah terlanjur ada itik yang terserang penyakit tersebut? Itik yang terkena penyakit tersebut kita pisahkan dan kotorannya dan alas kandangnya disemprot dengan pemutih tadi agar tidak menyebar ke itik lainnya. Itik yang terserang penyakit juga diberi vitamin semisal fort*evit atau neor*bion dan asupan gula merah agar tubuhnya mampu melawan serangan virus dan staminanya terjaga. Dalam kasus ini kadang pemberian vitamin dan gula merah harus kita lolohkan/paksakan kedalam mulut itik.
Bagaimana jika sudah banyak itik yang terserang penyakit ini ? Selain penggunaan pemutih sebagai desinfektant tadi kita juga dapat menerapkan cara master Betha Sutrisno untuk menanggulangi penyakit mata biru putih pada itik dengan menggunakan :
1. Probiotik PTPG2 1 gelas
2. Amoxitin 15 gram ( multivitamin + antibiotik )
3. Coliquin 15 gram ( antibiotik )
4. Neo Meditril 15 gram ( antibiotik)
5. Therapy 15 gram ( antibiotik )
6. Air Bersih 15 liter
Campuran tersebut diberikan pada itik baik sebagai pembasah pakan maupun sebagai minum itik secara bergantian yakni pagi probiotik + amoxitin + coliquin + air bersih, dan sore probiotik + neo meditril + therapy + air bersih. Dosis pengobatan diatas digunakan untuk 500 ekor itik dan dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut..
Pertanyaannya kemudian adalah bukankah yang menyerang itik adalah sejenis virus mengapa diberikan antibiotik yang merupakan obat anti bakteri?. Diatas sudah dijelaskan bahwa virus dapat menyerang tubuh itik setelah melumpuhkan sistem pertahanan di saluran pernafasan itik, nah penyakit saluran pernafasan ini lah yang umumnya diakibatkan oleh bakteri yang juga harus kita tanggulangi sehingga tubuh itik bisa melawan virus ini.
Sekilas artikel dari saya selamat mencoba dan salam sukses
Flu burung merupakan momok bagi peternak unggas karena dampak yang ditimbulkan penyakit ini sangat merugikan peternak dan juga kecepatan serangan penyakit ini sehingga peternak sering terlambat untuk mengobatinya dan hanya bisa pasrah merenungi nasibnya. Ada juga yang bersegera memotong seluruh itik yang terkena penyakit ini nya atau bahkan menjual itiknya agar terhindar dari kerugian yang besar. Tindakan menjual itik saat sedang terkena wabah flu burung sebenarnya merupakan tindakan yang kurang elegant karena sama juga dengan memindahkankan masalah pada orang lain dan dapat berpotensi memperluas penyebaran penyakit ini.
Flu burung atau Avian influenza (AI) adalah suatu penyakit menular disebabkan oleh virus H5N1. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian unggas secara mendadak dan menyebar dengan cepat. Ayam, itik, kalkun, burung-burung liar dan sejenis unggas lainya,beberapa binatang lain dan juga termasuk manusia dapat terkena dari infeksi ini dan menyebabkan kematian. Karakteristik virus flu burung adalah dapat bertahan dalam kotoran unggas dan lingkungan (air dan tanah) dalam waktu beberapa minggu dan lebih lama lagi pada suhu dingin, namun mati segera setelah dipanaskan.
Gejala klinis yang sering ditemukan pada ayam atau unggas yang terjangkit flu burung, antara lain :
Jengger dan pial membengkak dengan warna kehidupan, Perdarahan merata pada kaki yang berupa bintik-bintik merah. Adanya cairan pada mata dan hidung (gangguan pernapasan). Keluar cairan eksudat jernih hingga kental dari rongga mulut, Diare, Haus berlebihan, Kerabang telur lembut, Tingkat kematian sangat tinggi mendekati 100% (kematian dalam waktu 2 hari, maksimal 1 minggu). Media penyebaran dan penularan dapat melalui kotoran unggas, sarana transportasi ternak, peralatan kandang yang tercemar, pakan dan minum unggas yang tercemar, pekerja di peternakan, burung.
Virus H5N1 ini dapat ditemukan dalam lendir, dan kotoran ayam. Prinsip dasar yang diterapkan dalam pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan Avian influenza atau flu burung ini, adalah : Mencegah kontak antara hewan peka dengan virus AI, Menghentikan produksi virus AI oleh unggas tertular (menghilangkan virus AI dengan dekontaminasi/disinfeksi), Meningkatkan resistensi (pengebalan) dengan vaksinasi, Menghilangkan sumber penularan virus, dan Peningkatan kesadaran masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, dapat dilakukan melalui 9 tindakan yang merupakan satu kesatuan satu sama lainnya yang tidak dapat dipisahkan, yaitu :
a) Peningkatan biosecurity,
b) Vaksinasi,
c) Depopulasi Pemusnahan terbatas atau selektif) di daerah tertular,
d) Pengendalian lalulintas keluar masuk Unggas,
e) Surveillans dan penelusuran (tracking back)
f) Pengisian kandang kembali (restocking)
g) Stamping out (pemusnahan menyeluruh) di daerah tertular baru
h) Peningkatan kesadaran masyarakat (public awereness)
i) Monitoring dan evaluasi
Jagalah agar ternak unggas dalam kondisi baik, antara lain: mempunyai akses ke air bersih dan makanan yang memadai, kandang yang memadai, menerima produk-produk yang bebas cacing dan sudah divaksinasi, Jagalah ternak agar selalu berada di lingkungan yang terlindung dan bersih, Periksalah barang-barang yang masuk ke dalam area kandang peternakan.
cara mengatasi mengobati mencegah flu burung pada Unggas (itik)
Peternak itik umumnya mengenal penyakit flu burung dengan sebutan mata biru atau mata putih, karena memang salah satu gejala yang umum terlihat adalah berubahnya mata itik dari warna normal menjadi kebiruan atau timbulnya bintik putih pada mata itik. Gejala lain yang menyertai penyakit ini adalah leher itik sering terpuntir/tertikolis, lumpuh dan kejang2 sebelum kematian. Kotoran itik yang terkena penyakit flu burung pun berubah menjadi hijau walaupun memiliki perbedaan dengan kotoran itik akibat penyakit ND/tetelo dimana flu burung kotorannya berwarna hijau pupus dengan cairan bening kental sedangkan penyakit ND lebih menyerupai hijau lumut campur putih pasta,
Cara sederhana lainnya untuk mengetahui apakah itik kita terserang penyakit akibat virus semisal flu burung dan ND atau bakteri semisal botulisme adalah dengan melihat perkembangan banyaknya itik yang terserang. Bila jumlah yang terserang penyakit meningkat secara drastis ( misal dari 10 ekor menjadi 20 ekor ) bisa diduga itu merupakan penyakit akibat serangan virus. Namun bila jumlah peningkatannya tidak drastis ( misal dari 10 ekor menjadi 12 ekor) kemungkinan adalah akibat serangan bakteri. Virus flu burung pun memiliki berbagai variant seperti Virus H5N1,DVH, dan Virus Influenza type A.
Pengamatan sederhana yang dilakukan oleh Drh Mohamad Indro Cahyono menyimpulkan bahwa :
1) Virus H5N1 clade 2.3.2 : membunuh itik semua umur, dan ayam di sekitar kandang yang terkena wabah.
2) Virus DVH : Hanya membunuh itik muda berumur kurang dari 50 hari, tetapi tidak menimbulkan kematian pada itik dewasa dan ayam sekitar lokasi wabah.
3) Virus influenza tipe A (bukan H5N1) : Membunuh itik semua umur (muda dan dewasa) tetapi tidak membunuh ayam di sekitar lokasi wabah.
Lalu bagaimana agar itik terhindar dari penyakit flu burung? Vaksinasi merupakan salah satu caranya tetapi tidak dapat menjamin 100% bahwa itik yang telah divaksin akan terhindar dari penyakit ini. Hal ini karena keberhasilan vaksinasi melawan penyakit akibat virus hanya berkisar 90% dan juga ketidaktepatan cara, dosis dan jenis vaksin yang diberikan dengan wabah yang menyerang membuat vaksinasi tidak efektif 100% mencegah timbulnya flu burung dipeternakan kita.
Penelitian Drh Mohamad Indro Cahyono juga membuktikan bahwa dengan menyemprotkan larutan 10% pemutih ( bisa merk ba*klin, sun*lin) pada lokasi wabah flu burung mampu membunuh virus H5N1 dan Influenza type A dalam waktu 3 menit, dan virus DVH dalam waktu 5 menit. Larutan 10% pemutih dibuat dengan mencampur 1 bagian pemutih dengan 9 bagian air. Pemutih pakaian mengandung Sodium Hypoklorit yang mampu membunuh ketiga macam virus tersebut. Jadi dengan menggunakan pemutih tersebut sebagai desinfektant kita dapat mencegah sekaligus membunuh virus flu burung. Tentu saja hal ini juga harus disertai dengan menjaga kebersihan peternakan dan kondisi kesehatan itik kita, karena virus mampu menyerang setelah melumpuhkan sistem pertahanan tubuh itik dan ditandai dengan munculnya gejala itik flu, batuk, ngorok dan penyakit pernafasan lainnya akibat lumpuhnya sistem pengamanan pertama.
Untuk menjaga kesehatan itik kita sekaligus mencegah wabah flu burung, itik dapat kita berikan herbal/ekstrak semacam meniran, temulawak, temu ireng dan sambiloto yang telah diteliti oleh IPB berkhasiat melawan flu burung. Tentu saja anda dapat menambahkan sendiri herbal semacam daun pepaya, daun sirsak, kunyit , jahe dan juga bawang putih karena herbal tersebut juga memiliki sifat anti kanker.
Bagaimana jika sudah terlanjur ada itik yang terserang penyakit tersebut? Itik yang terkena penyakit tersebut kita pisahkan dan kotorannya dan alas kandangnya disemprot dengan pemutih tadi agar tidak menyebar ke itik lainnya. Itik yang terserang penyakit juga diberi vitamin semisal fort*evit atau neor*bion dan asupan gula merah agar tubuhnya mampu melawan serangan virus dan staminanya terjaga. Dalam kasus ini kadang pemberian vitamin dan gula merah harus kita lolohkan/paksakan kedalam mulut itik.
Bagaimana jika sudah banyak itik yang terserang penyakit ini ? Selain penggunaan pemutih sebagai desinfektant tadi kita juga dapat menerapkan cara master Betha Sutrisno untuk menanggulangi penyakit mata biru putih pada itik dengan menggunakan :
1. Probiotik PTPG2 1 gelas
2. Amoxitin 15 gram ( multivitamin + antibiotik )
3. Coliquin 15 gram ( antibiotik )
4. Neo Meditril 15 gram ( antibiotik)
5. Therapy 15 gram ( antibiotik )
6. Air Bersih 15 liter
Campuran tersebut diberikan pada itik baik sebagai pembasah pakan maupun sebagai minum itik secara bergantian yakni pagi probiotik + amoxitin + coliquin + air bersih, dan sore probiotik + neo meditril + therapy + air bersih. Dosis pengobatan diatas digunakan untuk 500 ekor itik dan dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut..
Pertanyaannya kemudian adalah bukankah yang menyerang itik adalah sejenis virus mengapa diberikan antibiotik yang merupakan obat anti bakteri?. Diatas sudah dijelaskan bahwa virus dapat menyerang tubuh itik setelah melumpuhkan sistem pertahanan di saluran pernafasan itik, nah penyakit saluran pernafasan ini lah yang umumnya diakibatkan oleh bakteri yang juga harus kita tanggulangi sehingga tubuh itik bisa melawan virus ini.
Sekilas artikel dari saya selamat mencoba dan salam sukses